Jakarta, Jinnews.co – Dosen Hukum Pidana Universitas Diponegero, Umi Rozah, mendorong adanya pola rekrutmen hakim yang lebih tertata. Sebab, berkaca pada sejumlah kejadian suap terhadap Hakim Agung, seleksi menjadi hakim tidak saja harus menggunakan logika tetapi juga nurani.
“Hakim tidak boleh terpaku pada legalistik formal, padahal subtansi keadilan bisa didapat dengan menggunakan akal dan nurani,” kata Umi Rozah saat diskusi hukum bertajuk “Menggugat Konsistensi Penegakkan Hukum di Indonesia” seperti dikutip dari keterangan tertulis diterima, Selasa (8/8/2023).
Umu Rozah meyakini, banyak kasus-kasus hukum saat ini diselesaikan hakim dengan pola seperti robot. Terlalu teknis dan mengikuti mekanisme yang kaku. Akibatnya, produk hukum dihasilkan menjadi kurang dapat diterima publik.
Senada dengan Umi Rozah, Pengajar Hukum Administrasi Negara Universitas Islam Sultan Agung, Dr Rahmat Bowo Suharto berpendapat, jika benteng keadilan ingin berdiri kokoh maka penegak hukum harus konsisten dan tegak lurus. Namun sayangnya, belakangan justru hal dirasakan adalah inkonsistensi dalam penegakkan hukum.
“Ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Akibatnya akses terhadap rakyat pencari keadilan semakin tidak terjangkau,” ujar Rahmat.
Rahmat meyakini, penegakan hukum memiliki konsep tegas, lugas, profesional, dan tidak diskriminatif. Utamanya, tetap berdasarkan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia, keadilan,dan kebenaran. “Penegakan hukum di lembaga peradilan harus dilakukan dengan persidangan yang transparan dan terbuka dalam rangka mewujudkan tertib sosial dan disiplin sosial sehingga dapat mendukung pembangunan serta memantapkan stabilitas nasional yang dinamis,” yakin dia.